Aku kembali duduk di teras depan rumah. Mataku tak berkedip. Perlahan aku mulai melihat kekanan dan kekiri. Aku sangat bingung, aku sadar aku adalah anak yang bodoh, aku juga miskin, kerjaanku hanya bermain dengan teman – temanku. Di sekolah aku tak pernah mendapat peringkat sepuluh besar. Tapi setidaknya aku tidak terbodoh diantara ke dua puluh teman – temanku. Aku tidak sendirian. Ada ayah, ibu, dan kakak perempuan bernama kak cintia yang selalu menghiburku. Aku mulai ingat, kak cintia adalah anak yang pintar dan cerdas. Tapi saying, setelah lulus SMP ia sudah putus sekolah. Mungkin karena orang tuaku tak mampu menyekolahkan kami berdua, sehingga kak cintia harus putus dari sekolahnya. Dan aku tetap melanjutkan sekolah ke tingkat SMP.
Saat
ini aku duduk di kelas VIII, dan prestasiku belum juga meningkat.
Sedangkan kak cintia bekerja sebagai penjahit dan membantu ayah, ibu di
sawah.
“ Danil cepat masuk, pisang gorengnya sudah siap.”
Aku
tersentak. Ketika aku menoleh, kudapati kak cintia tengah tersenyum
dengan membawa piring berisi pisang gorengdi tangannya. Aku tersenyum
dan mengangguk, kak cintia adalah kakak yang baik dan selalu
memperhatikanku. Walau terkadang aku selalu iri ketika melihat Ibu
selalu memujinya. Tak lama kemudian aku menyusul, dan ikut makan pisang
goring buatan kak cintia.
“
akhir – akhir ini kulihat kau tak pernah belajar Nil..?” tegur kak
cintia. Aku hanya menggeleng dan melempar pandang kea rah pisang goring
yang masih berada ditangganku.
“ apa kamu tidak ingin membahagiakan ayah dan ibu…? Mereka sangat mengharapkanmu Nil…!”
Aku masih diam, tak tau harus berkata apa.
“ jangan kawatir , Nil. Nanti malam kakak temani kamu belajar, siapa tau kamu bisa berubah.”
“
Oke kak cintia, nanti malam habis sholat Isya’.” Jawabku pada kak
cintia. Hari ini aku sangat senang, kak cintia adalah pahlawan bagiku.
Aku selalu kagum padanya. Ia tak pernah putus asa. Ia selalu
menghiburku, menemaniku, dan mengajarkan banyak hal padaku. Semoga nanti
ia tak sia – sia mengajariku. Dan aku bisa memberikan yang terbaik
untuknya.
Allahuakbar……………
Allahuakbar…. Suara adzan iaya’ begitu menggema dalam telingaku. Segera
ku ambil air wudhu bersama kak cintia dan kedua orang tuaku. Setelah
itu kami berangkat ke masjid di depan rumah, jama’ahnya tidak terlalu
banyak, kurang lebih hanya dua puluh orang, maklum saat ini, sholat
berja’maah itu sangat sulit dilakukan. Apalagi bagi para remaja, mereka
lebih giat nonton TV, dari pada mengaji. Seperti itulah zaman sekarang,
lebih condong menuju budaya barat. Sehabis sholat isya’ kami langsung
pulang bersama – sama.
“ danil, habis ini kamu belajar sama kak cintia ya…?” pinta ibu padaku.
“ iya buuu, tadi kak cintia udah bilang mau belajar bersama.” Jawabku pada ibu.
“ ayo cepat Nil, ambil bukumu, aku tunggu di ruang tamu.” Sambung kak cintia.
“
iya kak, bentar.” Jawabku sambil berlari menuju kamar untuk mengambil
buku. Beberapa detik kemudian aku sudah bersama kak cintia di ruang
tamu. Kami belajar MATEMATIKA. Kak cintia sangat pandai dalam pelajaran
itu. Bahkan cara menerangkannyapun sangat jelas, sehingga aku merasa
senang bisa tahu berbagai macam rumus yang dulunya kukira sulit, menjadi
sangat gampang. Tapi, setiap kali kak cintia menanyaiku, aku selalu
berlagak malas dan tidak memperhatiakn. Ini semua kulakukan karena kau
sengaja ingin memberi kejutan kepada kak cintia. Agar ia menganggapku
bodoh dan pemalas, tetapi sebenarnya aku selalu memperhatikannya, dan
memahami apa yang dia ajarkan kepadaku. Hari demi hari selalu kulalui,
tiap malam aku selalu belajar bersama kak cintia, hingga akhirnya sudah
dua bulan aku belajar bersamanya.
—————-*****—————–
Saat
ini adalah hari minggu, dan besok hari senin aku harus menghadapi ujian
semester. Maka, nanti malam aku harus serius dalam belajar bersama kak
cintia. Tak terasa hari sudah mulai malam, adzan isya’ sudah menggema di
udara. Seperti biasa, kami Sekeluarga langsung berangkat ke masjid
untuk sholat berjama’ah.
“ danil, nanti habis sholat, kita belajar bersama di rumahmu za……?” sapa nadia sambil duduk di teras masjid.
“ ya, ngak masalah. Tapi usahakan jangan Cuma malam ini saja, kalau bisa tiap malam kita belajar bersama.” Jawabku pada Nadia.
“
okey…….!” Balas Nadia singkat. Aku tersenyummelihat nadia ingin
belajar, dia adalah sepupuku yang pandai dalm menyontek, bahkan tiap
ujian ia selalu menyontek. Katanya si , ibunya bakal marah kalau melihat
hasil RAPORnya jelek.
Tak
terasa iqomah telah dikumandangkan, kami semua berbaris rapi memulai
sholat isya’. Tak lupa ayahku berdiri didepan menjadi IMAM. Setelah
melaksanakan sholat isya’ kami langsung pulang. Tak lupa aku segera
berkemas, kuambil beberapa buku pelajaran yang besok akan diujikan.
Setelah itu aku berlari menuju ruang tamu untuk belajar bersama kak
cintia.
“ tok…tok…tok….. Assalamualaikum.” Terdengar seorang gadis kecil mengetuk pintu.
“ Waalaikumsalam.” Jawab kak cintia sambil membuka pintu.
“ Eh dik nadia, ayo masuk kita belajar bersama….?”
“ iya kak cintia ayo.”
“ tuh danil udah menunggu.”
Beberapa
detik kemudian kami sudah berkumpul di ruang tamu. Kak cintia mulai
menerangkan dan member beberapa soal latihan. Seperti biasa aku mulai
berpura – pura tak memperhatikan. Karena sebenarnya aku sudah
mempelajarinya tadi sore, ketika kak cintia sibuk menjahit baju
pelanggan. Tiba – tiba kak cintia mengatakan kalau akan memberikan
hadiah sebatang coklat bagi siapa yang jawabannya benar dan tercepat.
Tanpa banyak piker ternyata aku langsung mengerjakan soal yang tadi
diberikan kak cintia .Aku sangat serius, dikarenakan sebatang coklat
yang menghipnotisku. Coklat adalah makanan kesukaanku sejak TK. Jadi aku
tak mungkin membiarkan coklat itu pergi begitu saja. Lima menit telah
berlalu, dan semua soal telah selesai kukerjakan. Kuberikan jawaban soal
itu kepada kak cintia, aku berharap jawabanku benar , dan segera
mendapatkan sebatang coklat yang menjadi hadiah bagiku.
“ nil, ini benar kerjaanmu sendiri….?” Tanya kak cintia.
“ iya kak, emangnya ada yang salah…?” jawabku sambil kembali bertanya.
“
semuanya benar, tidak ada yang salah.” Jawab kak cintia pelan sambil
terus memandangi selembar kertas jawaban yang tadi kuberikan kepadanya.
Tanpa
berkata apapun segera kuambil sebatang coklat dari tangan kak cintia.
Kubuka bungkusnya, dan akupun mulai memakannya. Sesekali kulihat wajah
kak cintia yang seakan tak percaya melihat soal yang kukerjakan benar
seratus persen. Disamping kananku tampak Nadia yang serius memandangi
soalnya. Tetapi tidak satupun soal yang dijawabnya. Dari sinilah kak
cintia mulai sadar, bahwa dari gerak gerikku yang malas dan tidak
memperhatikannya. Ia mulai mengetahui kalau aku hanya berpura – pura
bodoh dan tak mengerti. Hari itu juga kak cintia merasa sangat senang.
Wajahnya sangat cerah, dibalut dengan jilbab warna hijau muda.
Matahari
perlahan terbit, beberapa ayam jantan mulai berkokok dengan riangnya.
Setelah sholat subuh aku langsung mandi dan memakai seragam berwarna
putih biru, hatiku sangat senang. Tidak biasanya aku bangun sepagi ini,
karena hampir tiap pagi aku selalu kesiangan, bahkan sholat subuh pun
aku selalu sendirian. Ini berkat kak cintia yang selalu memberikan
semangat kepadaku.
“
danil ayo masuk, kita makan nasi goring buatanku.” Pinta kak cintia di
samping pintu. Segera aku mengangguk dan melangkah menuju ruang tamu.
Disana sudah ada ayah, ibu dan kak cintia. Kami pun langsung makan nasi
goreng buatan kak cintia yang sangat lezat.
“ nil, kalau kamu nanti dapat peringkat satu. Kak cintia akan belikan sepuluh batang coklat untukmu….!” Kata kak cintia padaku.
“ beneran kak, kak cintia ngak bohong kan…?”
“ iya bener…. Kak cintia janji.”
“ hore……… lihat aja kak, nanti aku pasti peringkat satu.
Hatiku
sangat senang, apalagi kak cintia menawari sepuluh batang coklat. Aku
tak akan pernah menyia – nyiakannya. Setelah lama bercakap – cakap.
Segera aku berpamitan. Kuucapkan salam pertanda aku akan berangkat ke
sekolah. Setelah sampai di sekolah, segera aku memasuki
ruangan. Beberapa menit kemudian, “kriiiiiiiiiiing………..” suara bel
berbunyi, member isyarat bahwa ujian jam pertama akan segera dimulai.
Soal yang akan dibagikan adalah soal Matematika, dan pak joko sudah siap
membagikannya. Aku mengerjakan dengan begitu serius, bagiku soal
matematika menjadi mudah karena kak cintia selalu mengajariku tiap
malam. Empat puluh menit kemudian bel istirahat berbunyi, segera
kuserahkan lembar jawabanku pada pak joko, dan langsung bersiap – siap
menghadapi soal ujian berikutnya. Sepuluh menit kemudian, bel berbunyi
lagi. Menunjukkan ujian jam kedua akan segera dimulai. Kali ini yang
menjadi pengawas adalah bu Yusi. Soal pelajaran bahasa Indonesia pun
dibagikan. Beberapa soal mulai kubaca, dan ternyata semua yang diajarkan
kak cintia sangat bermanfaat. Aku sangat gembira bias menyelesaikannya
dengan begitu cepat. Segera kuserahkan lembar jawabanku kepada bu Yusi.
Dan aku segera keluar dari ruangan.
Setelah sampai di depan rumah, kulihat kak cintia membawa selembar kertas, entahlah aku tak tau apa isinya.
“ assalamualaikum…” aku mengucapkan salam.
“
waalaikumsalam….” Jawab kak cintia sambil memasukkan kertas yang di
pegangnya ke dalam saku. Kami berdua lalu masuk ke dalam rumah bersama –
sama. Waktu selalu berputar, seiring bergantinya hari ke hari. Tiap
malam aku selalu belajar, dan kini aku tak pernah lagi berpura – pura
bodoh di depan kak cintia. Dan tiap pagi aku selalu berangkat ke sekolah
untuk mengikuti ujian semester. Tak terasa besok adalah saatnya rapor
dibagikan. Bayangan sepuluh batang coklat selalu memenuhi pikiranku.
“ tia , besok yang mengambil rapor adikmu kamu saja ya….?” Pinta ibu pada kak cintia.
“ kenapa bukan ibu atau ayah saja…?” balas kak cintia.
“ ibu dan ayah harus ke sawah, padinya akan segera dipanen.” Jawab ibu singkat.
“ iya bu, insyaalloh.” Balas kak cintia tenang.
Mataku
berbinar seketika itu juga, bagaimana tidak. Kak cintia yang mewakili
ayah dan ibu untuk mengambil raporku. Aku sangat berharap dalam hati
agar besok aku benar – benar mendapat peringkat satu, dan kak cintia
akan bangga padaku. Malam ini setelah sholat isya’, aku tak lagi belajar
karena memang liburan sudah menanti. Didepanku sudah ada TV, aku dan
kak cintia menonton sinetron yang kami sukai. Tak terasa malam makin
larut, akupun segera masuk kamar untuk tidur. Sedangkan kak cintia belum
tidur. Entahlah apa yang sedang dilakukannya mala mini.
Pagi
yang sangat cerah, setelah sholat subuh, aku segera mandi dan bersiap –
siap untuk berangkat ke sekolah. Dikarenakan semua murid harus
membersihkan lingkungan sekolah terlebih dahulu. Sedangkan pembagian
rapor baru akan dimulai pada jam sepuluh tepat.
“ kak cintia aku berangkat dulu yah……………? Assalamualaikum.” Ucapku pada kak cintia.
“Waalaikumsalam,
hati – hati di jalan nil. Kak cintia pasti datang.” Balas kak cintia
dengan penuh perhatian. Segera ku gayuh sepedaku dan merangkat menuju
sekolah, disana kami memulai kerja bakti, dari ruang kelas, taman,
sampai halaman sekolah. Semuanya telah bersih dari kotoran. Kami sangat
rajin, sehingga pukul Sembilan lebih dua puluh menit semua pekerjaan
telah terselesaikan. Kriiiiiiiiiing………….. bel berbunyi menandakan
sebentar lagi pertemuan wali murid akan segera dimulai, dan seluruh
orang tua akan mengetahui hasil belajar anak – anak mereka di sekolah.
Kulihat jam dinding sudah menunjukkan jam sepuluh tepat, beberapa wali
murid mulai berdatangan. Tapi aku tak melihat kak cintia dating. Aku
sangat kecewa padanya, padahal ia telah berjanji akan dating. Sepuluh
menit kemudian acara sudah dimulai, sedangkan kak cintia belum juga
datang ke sekolahku. Aku sangat kesal, hatiku ingin sekali marah
padanya, aku merasa dipermainkan. Apakah hanya ini keinginan kak cintia,
agar aku giat belajar, berprestasi, dan lain sebagainya…? Aku mulai
benci padanya, disaat seperti ini, saat seluruh teman – temanku
berkumpul bersama ayah dan ibu mereka untuk mengambil rapor. Aku hanya
sendirian, sungguh kak cintia sangat kejam. Aku sangat benci padanya,
dalam hatiku aku tak mau lagi melihat wajah kak cintia. Semuanya sudah
terlambat…………. Kak cintia tidak mungkin datang, dan dia pasti akan
membiarkan aku sendirian disini.
“ danil saputra………” pak sofyan memanggil namaku. Terpaksa dengan wajah melas , aku sendiri yang maju mengambil rapor.
“ nil kamu kenapa..? mana ibumu…?” Tanya pak sofyan.
“ aku baik – baik saja pak, ibu dan ayah sibuk di sawah, tidak bias mengikuti perkumpulan ini.”
“ ya udah, kamu jangan sedih, nih lihat kamu dapat peringkat satu Nil.” Ucap pak sofyan sambil tersenyum.
“Terimakasih pk.” Jawabku singkat.
Segera
aku berlari, aku sangat marah pada kak cintia, entah apa yang
dilakukannya saat ini hingga ia lupa tidak datang menghadiri perkumpulan
di sekolah, aku sangat kesal padanya.
“
kak cintia jahat…………..!” ucapku dalam hati. Aku terus berlari hingga
sampai dihalaman sekolah. Tiba – tiba aku melihat selembar kertas
terhempas angin di tengah jalan, segera kupungut kertas itu, tampak
beberapa bercak darah diantara tulisan yang tersusun begitu rapi, aku
mulai membacanya.
Untuk adikku Danil yang sangat aku sayangi.
Danil,
kau adalah adikku satu – satunya, yang selalu membawa kebahagiaan
bersamaku. Aku ingin engkau menjadi anak yang baik, berbakti dan pintar.
Aku tak mau melihatmu memiliki masa depan yang suram, beberapa bulan
yang lalu aku sangat senang bias melihatmu belajar, walaupun aku tau kau
berpura – pura tak memperhatikan, aku juga bangga melihatmu bias
mengerjakan soal – soal yang kuberikan. Sekarang aku yakin kau pasti
dapat peringkat pertama, dan kemarin aku sudah membelikanmu sepuluh
batang coklat. Semuanya sudah aku siapkan di bawah bajumu dalam lemari.
Danil,
aku sangat menyayangimu, maafkan kakak jika selalu membuatmu marah,
atau mungkin mengganggu waktumu untuk bermain, aku harap kau mau
memaafkan kakak, aku juga sangat senang bias mengambilkan rapormu besok
pagi, semoga kau benar – benar mendapatkan peringkat satu.
Satu lagi pesan kak cintia, jangan lupa belajar terus…………………….. biar lebih pintar.
Kakak yang selalu menyayangimu. Kak cintia
Air
mataku begitu deras, aku yakin kertas ini milik kak cintia. Tapi kenapa
kertas ini bisa ada disini………? dan kenapa ada bercak darah disekitar
kertas ini………..? aku sangat bingung, segera kuambil sepedaku. Aku
menggayuh begitu cepat. Hingga aku benar – benar berhenti di depan
rumah. Kulihat ada banyak orang di rumah ku. Tampak ibuku sedang
menangis. Aku mulai melangkah mendekati ibuku, dan sekali lagi mataku
mulai berderai air mata, aku tak bisa berkata apa – apa. MAAFKAN DANIL KAK……..! danil
tidak marah sama Kakak…… Terimakasih banyak Kak,……. Terima kasih……. Aku
mulai sadar, keberhasilan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan, dan
sekarang kak cintia telah membuktikannya………. Ya Alloh terimakasih engkau
telah memberikan kakak perempuan terbaik dalam hidupku. Walaupun kini
ia telah meninggalkanku, sungguh begitu cepat waktu yang ada, ya Alloh
sekali lagi aku bersyukur kepadamu………… kak cintia adalh kakak terbaik
yang ada dalam hidupku, terimalah dia di sisimu…….. berikanlah tempat
terbaik untuknya, maafkan aku Kak….? Aku memang selalu menyusahkanmu,
dan tak pernah memberikan yang terbaik untukmu. Selamat tinggal kak
cintia, aku adikmu Danil hanya bias berdo’a untukmu.
