Tuesday, 10 June 2014

Secangkir Kopi Untuk Ibu



 
           Angin semilir berhembus, membuat daun – daun di pinggir jalan jatuh terpisah dari ranting keringnya, sementara bulan masih bersinar terang, sinarnya begitu indah menemani keindahan gemerlap jutaan bintang.
            Ibu Naila terbangun dari tidurnya, matanya menatap ke setiap sudut kamarnya. Wanita berusia tiga puluh tahun itu merasa ada yang tidak beres. Tiba – tiba matanya terpaku melihat Nadia tidak ada di sampingnya. Anak semata wayang yang senantiasa berada dalam pelukannya telah tiada. Jantungnya berdetak kencang ketika membayangkan apa yang sedang di alami oleh Nadia. Ia tak bisa membirkan anaknya yang begitu lemah menghilang dari pelukannya.
“ Nadia……! kau dimana nak?”. Ibu Naila berteriak memanggil anaknya.
“ Krieek….”. Terdengar pintu kamar terbuka.
“ Bentar Bu…………! Ibu tidur saja dulu, Nadia ingin membuatkan Ibu kopi”. Ucap Nadia sambil tersenyum di sela pintu yang terbuka.gadis berusia sepuluh tahun itu terlihat begitu manis, baru kali ini dia akan membuatkan secangkir kopi untuk Ibunya.

“ Ya Allah, apakah ini sebuah keajaiban, apakah dia benar – benar Nadia”. Ibu Naila berbisik dalam hati, sementara kedua matanya masih belum bisa mempercayai apa yang baru saja dilihatnya.
“ Ibu, ini kopi buatan Nadia untuk Ibu”. Nadia masuk kedalam kamar, tangannya membawa secangkir kopi, kakinya terus melangkah mendekati Ibunya yang masih berbaring di ranjang.
“ Nadia, bagaimana bisa kamu membuatkan ibu kopi?”.
“ Ibu tidak perlu bertanya, Ibu minum saja kopi ini dan bagaiman rasanya?”. Ucap Nadia
“ Ya Allah, apakah aku benar – benar bermimpi. Apakah ini sebuah keajaiban yang kaau berikan kepadku”. Ibu Naila berbisik dalam hati, belum ada kepercayaan yang kuat dalam dirinya untuk menerima kejadian yang baru dilihatnya.
“ Buk, bangun Buk, maaf Pak Andre menelfon”. Suara Bi Surti terdengar begitu jelas di telinga Ibu Naila.
“ Ya Allah, ternyata aku hnya bermimpi”. Ucap Ibu Naila pelan, di pandangnya wajah Nadia yang masih terlelap di samping kirinya.
“ Bu ada telefon dari Pak Andre”. Bi Surti kembali bersuara mengingatkan Ibu Naila.
“ Oh iya Bi Surti, terimakasih”. Ucap Ibu Naila kepada pembntunya.
            Sudah menjadi kebiasaan ketika waktu sudah menjelng subuh, Pak Andre selalu menelfon istrinya. selain untuk membangunkan waktu sholat, tak lupa kabar tentang keadaan Nadia selalu menjdi pembicaraan setiap kali Pak Andre menelfon. sudah tiga hari ini Pak Andre tak bertemu dengan Nadia, Dinas luar kota selalu menghalangi mereka untuk terus bersama. Tapi siapa lagi yang akan mengusrus perekonomian keluarga jika bukan Pak Andre.
Ibu Naila sekeluarga tinggal di rumah berlantai dua yang begitu mewah dan megah, di sana hanya ada Ibu Naila, Nadia dan ketiga pembantunya, termasuk Bi Surti yang sudah menjadi pembantu setia selama dua puluh tahun di rumah itu. sementara Pak Andre selalu pulang pergi dan jarang sekali di rumah. jika di lihat keluarga itu terlihat begitu sempurna dan bahagia, tapi sebenarnya hanya sedikit sekali kebahgiaan yng dirasakan. itu semua terjadi ketika Nadia lumpuh pada saat berusia lima tahun, ia mengalami pembekuan syaraf di seluruh tubuhnya, hanya perasaan, pikiran, mata, lidah dan telinganya yang mampu merasakan ketidak berdayaan tubuhnya. Akan tetapi tubuh yang lemah tak membuat semangat hidup Nadia turut lemah. Ia selalu berkata bahwa suatu saat nanti ia akan berlari di antara Ibu dan Ayahnya. menghapus beban penderitaan yang selama ini di rasakannya dan kedua orang tuanya.
*************
            Di setiap hari Nadia akan selalu terbaring di ranjang dan ditemani oleh Ibunya dan Bi Surti, semangat Ibunyalah yang selalu membuat Nadia bisa bertahan di setiap tangisnya, mengangkat rasa ketakutan yang selalu terlihat di pelupuk matanya, membakar gambaran - gambaran masa depan yang tak pernah dimilikinya, mencairkan setiap nafas yang hampir saja membeku oleh ketidak berdayaanya, dan dalam setiap situasi apapun Ibu Naila akan memberikan semangat untuk hidup bagi Nadia.
            di setiap pagi Ibu Naila akan senantiasa memberikan senyuman kasih sayangnya, menyeka tubuh anaknya, dan menyisir rapi setiap helaian rambut anaknya, sementara Bi Surti akan selalu menyanyikan lagu – lagu yang Nadia suka.
            di setiap malam Nadia akan selalu di temani Ibunya, membiarkan lampu kamar tetap terang hingga pagi datang menjelma.
            Dua hari dalam seminggu, Pak Andre akan mengajak Nadia bercanda dan tertawa, membacakan cerita – cerita lucu yang selalu membuat Nadia tersenyum gembira, membiarkan rasa lumpuh itu sirna di telan sebuah kata lupa.
            di setiap siang Nadia akan belajar membaca, belajar menjadi orang yang kuat, dan belajar mengenal kasih sayang sang pencipta kepadanya.
*************
Jam dua belas malam, hujn rintik – rintik terdengar berisik di antara daun – daun yag terhempas oleh angin. kini Nadia terbaring di samping kiri ibunya yng tertidur begitu nyenyak, perlahan mata Nadia sedikit demi sedikit mulai terbuka, air bening mengalir deras di kedua kelopak matanya, entah apa yang dirasakannya pada malam itu, jari – jari di kedua tangannya mulai bergerak. sementara bibirnya menggerang menahan rasa sakit yang luar bisa, sedikit demi sedikit ia mulai berusaha mengangkat tubuhnya dengan kedua sikunya, air matanya terus meleleh hingga ia berhasil duduk dengn sempurna. Beberapa detik kemudian ia merasa separuh tubuhnya telah kembli sempurna. dengan mudah ia bisa mengangkat  dan menggerak – gerakkan kedua tangannya. tak ada lagi rasa sakit yng dirasakannya ketika tangannya bergerak.
“ Ibu, bangun Buu….! sekarang tangan Nadia bisa bergerak”. Ucap Nadia sambil mengusap air matanya.
“ Ibu, ayo bangun”. Nadia menyentuh kening Ibunya hingga Ibu Naila terbangun dan menyadari keajaiban itu benar – benar nyata di hadapannya.
****************
            Matahari mulai terbit, sinar kemerahannya memancar mengawalai bertambahnya umur Nadia menjadi sebelas tahun. kini gadis kecil itu tak lagi terbaring di ranjang, bibir merahnya tersenyum dengan sempurnah. tangan kanannya  mengaduk secangkir kopi yang pertama kali dibuatnya. walaupun kakinya belum bisa berdiri, tapi kursi roda membuatnya bisa berjalan kemana saja dia suka.
“ ibu, Nadia membuat secangkir kopi untuk ibu”. ucap Nadia di hadapan ibunya.