Sunday, 21 December 2014

CINTAmu Membunuhku "Part 1"



Rindu ibu

Canberra, tahun 2011 di akhir bulan desember, suasana terasa tenang dan menyenangkan, walaupun salju selalu turun dan membekukan setiap ranting ranting pohon maple disepanjang jalan beraspal. Aku tetap bisa menikmati hari hari indah bersama teman temanku. Kini Australia menjadi berbeda jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Suhu yang begitu dingin seakan memaksaku untuk menggunakan jaket woll dan menyalakan pemanas di setiap hari.
Kakiku mulai melangkah bersama dengan tanganku yang membuka pintu rumah “ wuss…………” udara dingin mulai menerpa seluruh tubuhku. Kuarahkan pandanganku ke langit, tak ada matahari di sana, hanya bulir bulir tipis yang turun begitu lebat, warnanya putih, akan terasa dingin jika kau sentuh butiran butiran itu dengan tanganmu. Australia akan terlihat seperti kertas putih ketika musim dingin, tak aka nada bunga bunga yang bermekaran, rumput rumput hijau akan tertimbun oleh salju, tak ada lagi nyanyian dari burung gereja yang akan membangunkanmu. Semuanya akan terasa sepi, hingga teman teman mu datang dan mengajakmu bermain kartu untuk menghabiskan musim dingin yang panjang.
“satu, dua, tiga empat,………..” aku mulai berhitung sambil mengamati ternyata ada lima orang sedang bermain sky di danau beku yang letaknya tak seberapa jauh dari rumahku, kulihat orang orang itu sangat bergembira menyambut musim dingin tahun ini, tidak sepertiku yang hanya diam di depan pintu, sambil mengamati aktivitas  orang orang di sekitarku.

“wussssss……………..” udara dingin kembali menerpa tubuhku, membuat kedua bahuku gemetar dan saling merapat mencari kehangatan. Aku tak tahu mengapa tubuhku tak sanggup menahan udara dingin di luar sana, apakah tujuh tahun di Australia ini aku belum bisa menyesuaikan diri, atau mungkin tubuhku tidak di ciptakan untuk hidup di Negara ini. Aku mulai bosan dengan hari hari musim dingin yang selalu kulalui, tapi aku tetap senang karena ada orang yang mau menerima dan menyayangiku disini.
“ifan, apa yang kau lakukan disana nak…?” terdengar seseorang wanita tua memanggilku. Aku hanya diam dan menutup kembali pintu yang tadi telah kubuka.
“fan, kemarilah ibu ingin bicara padamu.” Wanita tua itu kini mendekat kearah ku, satu tepukan hangat mendarat di pundak kananku.
“ia bu, ada apa…..?” entahlah, sudah berapa banyak aku memanggilnya ibu.
“kemarilah, ayo kita duduk.” Wanita tua itu menarik nafas panjang dan duduk berhadapan denganku. Hanya meja kaca yang membatasi tempat dudukku dengannya.
“hari hari ini aku melihat kau banyak berubah, tidak seperti biasanya kau menyendiri seperti ini. Ayo ceritakan pada ibu apa yang terjadi.” Wanita tua itu menatap mataku dengan sayu, mengisyaratkan tanda memohon padaku.
“aku tidak apa apa bu, ibu tenang saja dan tak usah menghawatirkanku. Aku sudah dewasa bu, aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri.” Kubalas tatapan wanita itu dengan senyuman, aku sadar ketidak jujuranku pasti bisa dirasakannya. Dia adalah wanita baik yang selalu merawatku selama tujuh tahun ini. Sejak peristiwa kelam yang senantiasa menghantui malam malam di setiap tidurku membuatku selalu ketakutan dan menangis ketika malam telah sempurna.
“fan, ibu sadar ibu bukan apa apa bagimu, tapi aku sangat menyayangimu fan, seperti rasa sayangku pada anakku sendiri.”
“ia bu, ifan paham itu, ifan juga sangat menyayangi ibu. Dan aku tak mau melihat ibu sedih hanya karena memikirkanku.”
“jika merasa belum sanggup kau ceritakan, mungkin dikesempatan lain kau mau menceritakannya pada ibu.”
“ia bu, pasti ifan akan menceritakannya pada ibu.” Aku melihat setetes air mata menetes dari matanya. Ya allah lindungilah ibu merry, dialah wanita yang selalu memperhatikanku. Berikanlah dia kebahagiaan. Aku tak tega melihat bu merry menangis, wanita tua yang memanggapku seperti anak kandungnya sendiri. Sudah banyak jasa yang di berikannya padaku.
Di Australia, bu merry sudah ku anggap seperti ibu kandungku sendiri, segala kehidupan hidupku selalu dicukupi olehnya. Dia adalah seseorang pengusaha sukses. Apapun yang aku minta, bu merry selalu menuruti keinginanku. Sebenarnya dia adalah wanita yang cantik, tapi panjangnya usia telah membuatnya keriput. Suaminya adalah orang Indonesia. Sehingga tidak heran jika bu merry sangat lancar dalam berbahasa Indonesia, tapi sayang sejak sepuluh tahun yang lalu suaminya meninggal karena kecelakaan, bu merry sungguh beruntung bisa merasakan nikmat beragama islam sampai sekarang. Coba saja jika ia tidak menikah dengan suaminya yang beragama islam, pasti ia tetap menganut ajaran Kristen protestan.
*****
Aku masih duduk termenung di ruang tamu setelah sholat dzuhur, tak lagi kulihat bu merry disampingku, mungkin dia sedang istirahat dikamarnya sambil menonton tv. Aku mencoba menenangkan hati sejenak tapi tiba tiba pikiranku melayang merekam kejadian buruk tujuh tahun yang lalu. Ketika ibuku diam seribu bahasa karena benci padaku, aku sadar kesalahanku begitu besar hingga membuat ibu tak mampu memaafkanku. “oh ibu, maafkan aku. Aku tak bisa menjaga amanahmu. Maafkan aku bu.” Aku mulai bergumam dalam hati. Kini wajah ibu selalu terekam dalam memori otakku. Aku yang membuatnya menangis menanggung beban penderitaan yang menumpuk  didadanya.
“ibu,…….. sedang apa kau sekarang. Apakah kau masih menderita dengan kemiskinan, masih ingat kah ibu padaku, maafkan aku bu……… maafkan aku.”
Hatiku terus bergumam. Seiring dengan air mataku yang berlinang.
“ting tung………………….!” Terdengar suara bel berbunyi, aku segera berdiri melangkah untuk membuka pintu.
“hey ifan, how are you?” Adely tersenyum menatapku,dengan rambut berwarna coklat kemerahan sebahu ia terlihat begitu cantik. Adely adalah teman satu kampus denganku. Ia memakai celana jeans dan kaos berwarna putih serta jaket woll biru yang menutupi seluruh tubuhnya. Mungkin ia tak mau kedinginan saat salju turun dan hinggap ditubuhnya.
“I am fine, tumben kau kerumahku?” balasku singkat  “ aku hanya ingin mengembalikan ini  “adeli menyodorkan sebuah buku ke arahku. Aku baru ingat jika 2 minggu yang lalu aku meminjamkan karangan fiksiku padanya.
“gimana ceritanya, kau suka ……?” aku berharap sebuah komentar darinya
“Ceritanya sangat memukau, aku menangis saat membacanya”
“kau serius ………….?”
“ia, aku tidak bohong.  Dan aku percaya kalau kau akan jadi penulis hebat”
“Terimakasih adely, semoga apa yang kau katakana memang benar.”
“ya, itu pasti …..!, kau harus yakin pada dirimu sendiri” adely menatap wajahku, ada isyarat semangat yang terpancar dari matanya
“ayo kita masuk,” ajakku padanya, walaupun sebenarnya adely selalu dilarang oleh ayahnya untuk datang kerumahku. Entahlah, mungkin ia takut adely berubah agama menjadi muslim.
“maaf fan aku tidak bisa, kau tahu sendirikan kalau ayahku tak pernah mengizinkanku pergi ke rumahmu.”
“Baiklah kalau begitu,”
"Aku pulang dulu ya fan…...?”
“iya, hati-hati di jalan,” ucapku pelan
Adely tersenyum ramah padaku, sedikit-demisedikit langkahnya semakin menjauh. Berlalu bagai daun kering yang terhempas oleh angin
*****
matahari mulai tenggelam, senja akan berakhir lima menit lagi, tak ada lagi salju turun, cuaca saat ini tak lagi dingin hingga menyayat kulit. Kulihat dari jendela kamarku, tampak banyak orang sedang membersihkan tumpukan-tumpukan salju yang berserakan. Nanti malam adalah malam tahun baru, malam yang akan diramaikan banyak oang. Membuat langit terang benderang dipenuhi ledakan-ledakan kembang api. Suasana yang indah dan menyenangkan bagi setiap orang.
Jam dua belas malam, suara suara petasan menggema di udara, ribuan terompet mulai bersuara menyambut datangnya tahun baru, kali ini langit menjadi saksi mendengar sorak dan tawa manusia, semoga saja tahun ini aka nada banyak hidayah allah bagi setiap jiwa yang tersesat.
“kau tidak keluar mala mini? Lihatlah suasana sangat menyenangkan”. Bu merry datang kekamarku. Mungkin ia merasa khawatir melihatku berdiam diri di kamar. Dia memang pantas mendapat gelar seorang ibu, walaupun sebenarnya ia belum memiliki seorang anak.
“tidak bu, aku ingin disini menemani ibu”. Ucapku berbohong, aku tak tahu mengapa kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku. Mungkin seluruh tubuhku tak pernah bisa menyakiti hati ibu angkatku itu. Tak mungkin aku mengatakan jika hatiku merindukan ibu kandungku, seseorang yang telah melahirkanku kedunia ini, tapi sudah tujuh tahun tak bertemu.
“terimakasih fan, ibu baik-baik saja. Kau harus melihat tahun baru diluar sana, ada pemandangan indah yang akan menentramkan hatimu”.
“bersama ibu disini ifan sudah merasa sangat senang”.
“benarkah kau ingin melewatkan malam tahun baru ini hanya untuk bersama ibu”.
“ia bu. Hanya untuk ibu”.
*****
“ TIDAK………..!”. aku berteriak keras dalam tidurku, kulihat jam dinding menunjukakan jam 03.00 pagi, kuambil nafas panjang sambil berusaha duduk di tempat tidurku. Jantungku berdetak dengan begitu cepat, mimpi buruk tentang ibuku sudah tersimpan dalam memori otakku. Aku tak tahu mengapa mimpi ini terasa begitu nyata, membut seluruh tubuhku gemetar ketika mengingatnya. Dalam mimpi itu, kulihat ibu terbaring disebuah tikar jerami lusuh, dia menangis dan menggerang kesakitan sambil menyebut-nyebut namaku. Entah apa yang sedang dirasakannya.
Kini aku tak bisa terus berdiam diri, sementara hatiku ingi sekali bertemu dengan orang yang sangat aku sayangi, “oh ibu maafkan aku jika kini aku tak lagi bersamamu”.
“tok…..tok……tok….. fan kau taka pa-apa nak?”. Suara bu merry tiba-tiba terdengar di telingaku.
“masuklah bu, aku tidak apa-apa”. Balasku padanya
“kenapa kau tadi berteriak……..?”. bu mery mulai duduk di samping kananku.
“aku bermimpi buruk bu, aku melihat ibu kandungku kesakitan memanggil-manggil namaku. Aku takut bu, sudah bertahun-tahun aku tak bertemu dengannya”.
“ibu mengerti, kau pasti sangat merindukan ibu kandungmu. Seharusnya kau bilang pada ibu sejak dulu. Kau tak perlu menyiksa diri dengan rasa rindu dihatimu”.
“maafkan aku bu, aku tak mau membuat ibu sedih”.
“justru jika kau sedih, ibu akan menjadi semakin sedih”.
“lalu apa yang harus kulakukan bu……..?”.
“kau harus kembali ke Indonesia fan, kau harus menemui ibu kandungmu”.
“tapi bagaimana jika dia tak mau memaafkanku bu. Bagaimana…….?”.
“percayalah pada hati nuranimu, ibumu akan memaafkanmu”.

“terimakasih bu, terimakasih atas semua yang telah ibu berikan padaku”. Kupeluk tubuh bu merry dengan sekuat tenaga. Semoga allah membalas semua kebaikannya, kasih sayangnya dan pengorbanannya untukku.