Sunday, 21 December 2014

CINTAmu Membunuhku "Part 2"

Senandung masa lalu

Matahari terbit membangunkan hari pertama di tahun 2012, suasana menjadi lebih cerah, salju-salju yang membeku telah mencair menjadi air dingin, mengalir sedikit demi sedikitmenjauh dari permukaan tanah. Menghapus warna putih dipenjuru daratan bumi Australia.
Kini aku duduk termangu di kamar, kulihat satu koper besar telah tergeletak diatas ranjang tempat tidurku. Perlahan jari-jariku mulai berusaha untuk mengangkatnya dan memindahkannya keruang tamu. Aku tak tahu apa saja yang ada di dalam koper itu. Ibu merry yang menyiapkan semua itu saat aku tidur.
“fan, ibu sudah memesan tiket pesawat untukmu”. Bu merry datang menghampiriku, tangannya menjulur menyodorkan selembar tiket pesawat kearah ku.
“terimakasih bu, ibu tak harus melakukan ini semua”. Kuterima lembaran itu.
“tak apa fan, ibu ingin melakukan apapun untukmu sebelum kau pergi meninggalkan ibu”.
“jangan berkata seperti itu bu, aku tak akan pernah meninggalkan ibu”.
“ia fan, tapi kau punya ibu yang lebih kau rindukan dihatimu, kau harus bersamanya”.
“tidak bu, aku janji akan kembali ke rumah ini, aku hanya pergi sebentar, ibu tak perlu menghawatirkanku”.

“Terimakasih fan, ibu harap kau benar-benar akan kembali lagi kerumah ini”.
“iya bu, aku tak akan pernah lagi berbohong pada ibu”.
Sinar matahari semakin memerah, kulihat mata bu merry berkaca-kaca. Aku sadar, kepergianku ke Indonesia membuat dirinya sedih, ada banyak kenangan yang kuukir bersamanya.
“maafkan aku bu, aku harus segera pergi”. Kupeluk erat tubuh bu merry, semoga saja aku bisa menepati janjiku untuk kembali bersamanya.
“jangan pernah lupakan ibu”. Bu merry menangis.
“iya bu, pasti”. Mulutku tiba-tiba mengucapkan kalimat itu, ada air mata yang menetes dari mataku. Segera kulepas pelukanku. Ku hirup nafas panjang untuk melancarkan nafasku. Aku segera berlalu, membawa tubuhku menjauh dari hadapan bu merry, segera kuhapus air mata di pipiku, seulas senyum tersungging dari bibirku, selamat tinggal bu merry, aku tak akan pernah melupakanmu.
*****
Jam menunjukkan pukul sepuluh tepat, suasana ramai hilir mudik di bandara santa Paulo membuat perasaanku agak tenang. Di tempat inilah orang-orang Australia ataupun imigran dari Indonesia berkumpul dan terbang ke Jakarta dengan pesawat yang bernama Australia waterlip. Kini aku sudah duduk di dalam pesawat, disebelah kananku, tampak gadis cantik berwajah Indonesia sedang duduk manis menghadap kedepan, kira-kira usianya sama denganku. Ia memakai pakaian longgar berwarna hijau, sementara kepalanya di balut jilbab panjang berwarna biru tua, ia duduk dengan begitu tenang. Mungkin gadis itu tak tahu juka dari tadi aku mengamatinya.
“diumumkan kepada seluruh penumpang harap memakai sabuk pengaman, dikarenakan pesawat akan segera lepas landas”. Suara pengumuman itu terdengar begitu keras dari speaker-speaker yang terpasang disetiap sudut ruangan. Dengan cepat aku segera memakai sabuk pengamanku.
Tak terasa pesawat yang kutumpangi sudah terbang tinggi di langit, tapi tubuhku tak merasakan jika pesawat yang begitu berat dan besar ini telah terbang tinggi dengan begitu seimbang.
“bismillah………”. Ucapku dalam hati. Aku berharap perjalananku ke Indonesia untuk bertemu ibu kandungku tak akan sia-sia. Dan semoga di bisa memaafkan semua kesalahanku.
“kacang, mas…………?”.gadis cantik berjilbab biru itu menyodorkan sebungkus kacang goreng kearahku, matanya menatapku, ada senyum yang dipaksakan untukku.
“terimakasih”. Ucapku sambil menerima bungkusan itu dengan tangan kananku. Aku tak mengira ternyata gadis itu juga memperhatikan gerak-gerikku, padahal ingin sekali aku mengajaknya ngobrol sambil menghabiskan waktu kosong selama perjalanan, tapi rasa malu tak mampu membuat kalimat pertanyaan keluar dari mulutku untuk gadis itu. Aku hanya diam sambil menikmati kacang goreng yang ada ditanganku.
“maaf mas, kalau boleh tahu nama anda siapa?”. Gadis itu kembali bertanya kepadaku setelah kualihkan pandanganku kearahnya.
“namaku ifan, anda sendiri siapa?”. Tanyaku pelan.
“aku anisa, mas ifan mau ke Jakarta ya?”.
“iya, sudah lama aku tak ke Indonesia, oh iya, kalau panggil ifan saja kata “mas” nya tidak usah di pakai”.
“ia mas, eh maaf, maksudku ifan”.
“ngak apa-apa, anisa juga mau ke Jakarta kan?”.
“ia mas, ya ampun lupa lagi, iya fan aku juga mau ke jakrta. Sudah satu tahun aku tidak pulang ke Indonesia”.
“memangnya ada apa? Apa kamu bekerja di Australia……?”
“tidak, di Australia aku kuliah, dan aku kejakarta karena ibuku meninggal. Aku merasa bersalah karena dulu ibuku tak mengizinkanku ke australia untuk kuliyah, hingga aku kabur dari rumah sampai sekarang”. Anisa menundukkan pandangan kebawah, mungkin ia merasa sedih atas kematian ibunya.
“maafkan aku, aku tak bermaksud membuatku merasa sedih”. Kataku pada anisa.
“taka pa-apa. Aku sudah terbiasa menangis seperti ini”. Anisa kembali mengngkat kepalanya, perlahan tangan kanannya mengusap air mata yang berlinang di pipinya.
“semoga saja ibumu sudah memaafkanmu”.
“terimakasih”. Anisa menanggapi dengan lirih.

Sejenak aku muali termenung, cerita singkat dari anisa membuatku membayangkan kejadian delapan tahun yang lalu kualami, ketika aku dan ayyas menjadi bahan ejekan di sekolah, ketika mbak titin dan ibuku menangis, ketika samudra rasa lapar menerjang perutku selama beberapa hari, dan ketika aku tak sanggup menjalankan amanah ibu untuk menjaga ayyas. Tiba-tiba pikiranku melayang memutar semua kenangan bersama keluargaku.